Jejak Peradaban. Bursa, Ibu Kota Pertama Kesultananan Turki Ustmani
Kesultanan Turki Usmani atau sering disebut Kesultanan Usmaniyah sempat menjadi kekuatan utama dunia. Wilayahnya mencakup sepertiga luas dunia, kecuali daratan Amerika Serikat. Daerah kekuasaan Kesultanan Turki Usmani yang resminya bernama Negara Agung Usmaniyah itu meliputi sebagian daratan Eropa, Afrika, serta Asia.
Pendiri dari Kesultanan Turki Usmani ini adalah Usman Bey (dari suku Turki) pada 1299 - 1326 Masehi. Dikala itu, pemerintahannya masih berupa kekaisaran. Selaku kekaisaran kecil serta dalam upaya memperluas sokongan, sang kaisar berencana memindah ibu kota supaya pengaruh politiknya semakin meluas.
Pada awalnya berada di Sogut, kemudian dipindah ke Bursa, Adrianopel, sampai pada akhirnya menetapkan Konstantinopel sebagai ibu kota. Nama Konstantinopel merupakan ibu kota Byzantium (Romawi Timur), namun pasca penaklukan Muhammad Al Fatih pada tahun 1453 M, kota itu berganti nama menjadi Istanbul.
Negara-negara Eropa menyebutnya Kekaisaran Ottoman ataupun Dinasti Turki Usmani. Daerah kekuasaan Kesultanan Turki Usmani juga terus tumbuh bersamaan dengan kedigdayaan pemerintahannya.
Kesultanan Turki Usmani menggapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Agung pada abad 16 serta 17. Dikala itu cakupan wilayahnya meliputi Eropa (Albania, Azerbaijan, Bosnia-Herzegovina, Bulgaria, Kroasia, Siprus, Yunani, Eritrea, Georgia, Kosovo, Yunani, Rusia, Rumania, Montenegro, Slovenia, Serbia, Ukraina, Slovenia, Moldova, serta sebagian Spanyol), Afrika (Libya, Sudan, Tunisia, Aljazair, Somalia, Mesir, serta lain-lain), dan Asia (Yaman, Irakiran, Palestina, Saudi Arabia, Kuwait, Bahrain, Suriah, Oman, Qatar, Lebanon, serta lain-lain termasuk di antaranya adalah Indonesia).
Jejak Kesultanan Turki Usmani di Indonesia
Banyak catatan sejarah mengatakan ikatan diplomatik, ekonomi serta militer yang terjalin di antara Ottoman dengan bermacam kesultanan Islam di Nusantara. Salah satu kesultanan yang sangat aktif menjalakan ikatan dengan Turki Ottoman merupakan Kesultanan Aceh.
Bersumber pada kronik Aceh abad keenam belas "Bustanus Salatin" yang ditulis oleh ulama kesultanan Aceh asal Gujarat, Syeikh Nuruddin Ar-Raniri pada tahun 1638, disebutkan kalau ikatan Kesultanan Aceh dengan Turki Ottoman dibentuk pada masa Sultan Alauddin Ri'ayat Syah al-Kahar (memerintah 1537 - 1571).
Sultan Alauddin al-Kahar membangun sistem pemerintahan Aceh Darussalam serta mengirim misi diplomatik kepada Sultan Ottoman, Sulaiman Agung (Kanuni Sultan Suleyman), di Istanbul buat menguatkan agama Islam.
Sultan Ottoman setelah itu mengirim bermacam pengrajin serta pakar persenjataan meriam ke Aceh. Sultan Alauddin pula yang awal kali membangun benteng pertahanan serta menyerukan perlawanan terhadap Portugis di Malaka.
Catatan sejarah yang lain dari penjelajah Portugis Mendes Pinto( hidup antara 1509- 1583), melaporkan antara tahun 1537- 1538 ada kedatangan armada militer Turki Ottoman dari Laut Merah yang dikirimkan Sultan Sulaiman Agung buat menolong Sultan Alauddin membangun kekuatan militer.
Dilaporkan armada tersebut terdiri dari 160 tentara Turki, Abbissinia serta Gujarat, dan 200 tentara sewaan dari Malabar sudah bergabung dengan tentara Kesultanan Aceh.
Pasukan tersebut setelah itu dikerahkan buat menaklukkan daerah pedalaman Sumatera pada tahun 1539. Di samping itu catatan Mendes Pinto pula menampilkan kembalinya armada Aceh di dasar pimpinan seseorang komandan Turki, Hamid Khan, yang ialah keponakan Pasha Ottoman di Kairo. (Azyumardi Azra 1994, Jajat Burhanudin 2016).
#jejakperadaban
#wisatahalal
#hasanahtour
Tinggalkan komentar Anda disini
Email Anda tidak akan kami publish. Form bertanda * harus diisi